Jumat, 17 Mei 2019

Artikel Kebenaran Dalam konteks Pancasila


Artikel
‘Kebenaran Dalam Konteks Pancasila
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas mata kuliah filsafat pancasila
       
     DOSEN PEMBIMBING
 Dr. H.Dian Agus Ruchliyadi S.Pd.M.Pd
OLEH:
Muhammad Khusairi (1610112310012)

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019

Kebenaran Dalam Konteks Pancasila
Berbicara tentang Indonesia tidak dapat dilepaskan dari status Pancasila sebagai dasar negara dan dasar falsafah bangsa. Sebagai dasar negara, Pancasila harus diposisikan sebagai sumber utama bagi para pemimpin pemerintahan dalam pengelolaan negara. Penyebutan Indonesia sebagai negara hukum dan demokratis merupakan implikasi dari poin ini. Adapun sebagai dasar falsafah bangsa, Pancasila sejatinya harus mampu menjadi ruh dan jiwa bagi setiap perilaku pribadi-pribadi bangsa. Hal ini tentu tidak mudah mengingat perjalanan Pancasila dalam konstelasi sejarah terkadang terkooptasi oleh kepentingan penguasa dan kelompok-kelompok tertentu. Sehingga, pendiskusian tentang Pancasila hanya berhenti di kalangan elit-elit politik. Pancasila hanya alat instrumental bagi partai politik, misalnya, untuk sekedar menjadi syarat mengikuti pemilihan umum dan meraih suara sebanyak-banyaknya. Pada tataran penguasa, Pancasila tidak lebih dari sekedar alat “langgengisasi” kekuasaan. Apabila hal ini terus berlanjut, maka Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa akan kehilangan eksistensinya. Pancasila hanya berhenti dalam lingkaran politik praktis dan kekuasaan. “Apakah anda hafal sila-sila dalam Pancasila? Apakah anda mengerti maksud dari sila-sila tersebut?” adalah pertanyaan-pertanyaan yang sangat membingungkan bagi mayoritas masyarakat Indonesia di luar lingkaran kekuasaan.
Kenyataan di atas merupakan suatu hal yang tidak terbantahkan. Namun, dalam hal ini penulis tidak ingin terjebak pada persoalan di atas. Salah satu pertanyaan filosofis yang cukup penting untuk dipertanyakan adalah apakah makna kebenaran dalam konteks Pancasila. Pengetahuan akan makna kebenaran ini pada gilirannnya akan mendudukkan Pancasila secara proporsional, tidak hanya sekedar simbol dan alat kekuasaan. Sebab, menurut kami, segala yang terkait dengan politisasi Pancasila diakibatkan oleh tidak adanya pengetahuan akan makna benaran yang bersumber darinya.Tentunya bukan persoalan yang mudah mengingat sejauh penelusuran yang kami lakukan, pembicaraan atau pengungkapan makna kebenaran secara tekstual (data-data sekunder) dalam konteks Pancasila tidak dapat ditemukan. Oleh karena itulah, metode yang paling tepat adalah melakukan cara berfikir refleksi dan kritis terhadap pemikiran tokoh yang banyak mengkaji Pancasila.
Filsafat dan Kebenaran
Dalam kajian kefilsafatan, persoalan kebenaran merupakan salah satu tema penting yang cukup banyak dibicarakan. Tidak hanya dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan ideologi, bahkan untuk mengakui adanya Tuhan, Ada Absolut, Causa Prima, Demiourgos, pemahaman tentang apa itu kebenaran menjadi sangat penting bagi setiap individu manusia. Karena itulah, sampai sejauh ini kita telah mengenal cukup banyak mengenai teori-teori kebenaran.Dalam filsafat Barat, misalnya, teori-teori tersebut meliputi teori: kebenaran korespondensi; kebenaran koherensi; kebenaran pragmatik; kebenaran identitas; kebenaran sematik; kebenaran prosentasional; dan kebenaran deflasioner. Selain untuk mencapai kebenaran, dunia Barat juga mengenal berbagai paham dan tradisi berfikir seperti: idealisme, rasionalisme, empirisme, positivisme, materialisme, spritualisme, realisme, dan sebagainya. Lahirnya sosialisme-komunisme dan liberalisme-kapitalisme pun telah turut serta dalam dinamika kehidupan masyarakat Eropa dalam mencari makna kebenaran. Tidak hanya berhenti disitu isme-isme sampai kini terus berkembang dalam bentuk pos dan neo.Di Timur, kita disuguhkan pada beberapa aliran kefilsafatan dalam mencari kebenaran, seperti: Konfusianisme, Taoisme, kefilsafatan India, Islam dan sebagainya. Aliran-aliran tentunya memiliki pendekatan-pendekatan tersendiri yang membedakannya dengan Barat. Walaupun tidak sebanyak pengkajian filsafat Barat, filsafat Timur tetap saja memilki daya tarik yang cukup kuat. Bahkan dalam era globalisasi seperti saat ini, keduanya menjadi formula kehidupan yang saling melengkapi satu sama lain.
Sehingga, dapat kita pahami bahwa persoalan makna kebenaran merupakan persoalan universal yang dihadapi umat manusia di seluruh dunia. Begitu juga dengan “masyarakat Indonesia”. Jika masyarakat Barat mencarinya dalam pengagungan mereka terhadap ilmu pengetahuan dan ideologi-ideologi sekuler, maka “masyarakat Indonesia” mencarinya dalam Pancasila sebagai dasar falsafahnya.
Nilai Kebenaran sendiri dalam filsafat dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebenaran Koheresi: sebuah proposisi cenderung dianggap benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proporsisi-proposisi yang lain yang benar, atau benar jika berhubungan dengan pengalaman kita.
Kebenaran Korespondensi: sesuuatu dianggap benar apabila hal tersebut sesuai dengan kenyataannya, pernyataan tersebut benar apabila hal tersebut memang demikian. Ada kesesuaian antara pernyataan dengan keadaan (correspondence).
Kebenaran Pragmatisme: ukuran kebenaran terletak pada satu macam konsekuensi pragmatis yang bermanfaat atau suatu proposisi dianggap benar apabila mempunyai konsekuensi seperti yang terdapat dalam proposisi tersebut (inhern)
Kebenaran Semantik: proposisi dianggap benar dalam hubungannya dengan segi “arti” atau “makna” yang dikandungnya.
Kebenaran Konsensus: sesuatu dianggap benar apabila sesuai dengan persetujuan (intersubjektif) dari forum yang rasional.
Pancasila dan Upaya Mencapai Kebenaran
Pembahasan tentang apa itu kebanaran dalam konteks Pancasila, secara tegas tidak banyak terungkap dalam literatur-literatur tekstual. Namun, pengkajian Pancasila dalam wilayah keilmiahan bukanlah sesuatu yang baru. Salah satu tokoh pemikir yang banyak mengkaji Pancasila, Notonagoro, telah memberikan dasar-dasar pada kita dalam menafsirkan Pancasila secara ilmiah. Ada tiga alasan yang menjadi landasan perlunya Pancasila ditelusuri secara ilmiah.
Pertama, mengutip apa yang dikatakan oleh Menteri Roeslan Abdulgani yang pada seminar Manipol di Bandung pada tanggal 28 Januari 1961 menyatakan bahwa Presiden Soekarno menghendaki penarikan ke atas (perumusan teori Pancasila, khususnya Filsafat Pancasila) dan penarikan ke bawah ajaran Pancasila (tingkat penjabaran dan pelaksanaannya, yang boleh disebut dengan sikap hidup).
Kedua, jawaban Presiden Soekarno dalam rapat DPA sebelum 28 Januari 1961 yang menegaskan bahwa Sosialisme Indonesia dan ajaran Pancasila bersifat ilmiah dan religius. Ilmiah dalam arti: 1) suatu ajaran ilmiah, yang bersifat khusus berlaku bagi waktu, tempat, keadaan, golongan manusia, atau bangsa tertentu; 2) lebih tinggi tingkatnya daripada itu ialah suatu teori ilmiah yang meliputi segala faktor tadi yang lebih luas; dan 3) tingkat yang lebih tinggi lagi ialah sistem kefilsafatan yang terluas dalam segala faktornya, sampai dapat mencapai tingkat dan luas yang abstrak, umum, dan universal.
Ketiga, ketetapan MPRS no. II/MPRS/1960/ yang menentukan tentang pembangunan mental berdasarkan Pancasila yang menghendaki pula berfikir secara abstrak,  secara ilmiah dan secara filsafati terhadap Pancasila. Filsafat Pancasila, menurut Notonagoro, menjadi penting sebab “tidak ada bahan yang resmi untuk mengetahui isi daripada lima asas yang dimaksudkan.”Berdasarkan pada pendapat Notonagoro dan tiga alasan di atas, menjadikan setiap persolan mengenai segala hal dalam ranah ilmiah yang kemudian dikaitkan dengan Pancasila harus mengacu pada lima sila dalam Pancasila, termasuk mengenai kebenaran.
Lima Dasar Kebenaran
Ke-Tuhanan
Menurut Notonagoro, sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa mengandung isi arti mutlak, bahwa dalam Negara Republik Indonesia tidak ada tempat bagi pertentangan dalam hal ke-Tuhanan atau keagamaan, bagi sikap dan perbuatan anti-Ketuhanan atau anti keagamaan dan bagi paksaan agama. Pertentangan dalam hal ke-Tuhanan pada dasarnya berasal dari dunia Barat yang bersumber pada pengaruh hasil ilmu pengetahuan alam kodrat.
Berdasarkan tafsir Notonagoro ini, maka kebenaran dalam konteks Pancasila dipahami atau dimaknai sebagai tiadanya pertentangan dengan Tuhan. Dalam makna yang lain, kebenaran adalah kesesuaian dengan nilai-nilai ketuhanan. Hidup yang benar apabila kehidupan yang dijalani mengandung harmonisasi dengan kehendak Tuhan. Hal ini tentu berbeda dengan dunia ilmu pengetahuan di Barat yang seringkali mengabaikan harmonisasi dengan kehendak dalam mencapai kebenaran. Makna kebenaran ini sangat berbeda dengan yang berlaku di Barat. Teori kebenaran korespondensi, misalnya, yang menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian dengan fakta (fact).
Mengenai kebenaran akan adanya Tuhan, seperti Aristoteles, Pancasila dalam tafsir Notonagoro memaknai Tuhan sebagai causa prima. Dia mangatakan: ”Hakekat Tuhan adalah causa prima, dan unsur-unsur hakekat yang terkandung dalam causa prima.” Namun tentunya, Pancasila tidak mengandung dualisme materi dan bentuk dalam filsafat Aristoteles.
Kemanusiaan
Kebenaran adalah aktualisasi atau perwujudan dan terpenuhinya hakekat manusia. Notonagoro menyatakan, sila kedua dari Pancasila mengandung cita-cita kemanusiaan, yang lengkap sempurna memenuhi hakekat manusia. Hakekat yang dimaksud dalam hal ini meliputi: bhinneka-tunggal dan majemuk-tunggal atau monopluralis.
Hakekat bhinneka-tunggal menunjukkan bahwa pada manusia terdapat gejala-gejala alam atau proses-proses fisis, gejala-gejala vegetatif, dan gejala-gejala animal. Selain itu, berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan, manusia memiliki kemampuan berpikir, berasa, dan berkehendak. Sedangkan hakekat majemuk-tungal atau monopluralis menunjukkan bahwa hakekat manusia itu adalah untuk melakukan perbuatan lahir dan batin atas dorongan kehendak, berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi hasrat-hasrat sebagai ketunggalan, yang ketubuhan, yang kejiwaan, yang perseorangan, yang kemakhlukan sosial, yang berkepribadian berdiri sendiri, yang kemakhlukan Tuhan.
Sesuatu hal dikatakan benar apabila sesuatu itu mendorong pada semakin menguatnya nilai-nilai kemanusiaan. Segala upaya mencapai tujuan dengan menghalalkan segala cara tidak mendapatkan tempat dalam Pancasila. Sebagai refleksi, Niccolo Machiavelli. Baginya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dapat dibenarkan.
Persatuan
Notonagoro menyatakan, sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah dan Negara Indonesia yang terkandung dalam sila ketiga, dengan segala perbedaan dan pertentangan di dalamnya, memenuhi sifat hakekat daripada satu, yaitu mutlak tidak dapat dibagi. Segala perbedaan dan pertentangan adalah hal yang biasa yang justru pasti dapat disalurkan untuk memelihara dan mengembangkan kesatuan kebangsaan.
Berangkat dari pemahaman di atas tersebut, maka kebenaran adalah suatu hal yang satu, tidak dapat dibagi-bagi. Namun, untuk mencapai kebenaran tidak berarti menutup segala bentuk dinamika pemikiran. Pertentangan dan perbedaaan adalah niscaya sebagai bagian dari proses menuju yang satu, yang benar. Karena itulah, demokrasi memiliki tempat dalam aktualisasi nilai-nilai pancasila.
Kerakyatan
Dalam dunia kefilsafatan Barat, kita mengenal pragmatisme yang menganggap bahwa sesuatu itu benar apabila memiliki faedah atau bermanfaat bagi sesuatu yang lain. Kebenaran adalah sesuai atau searah dengan kemanfaatan. Nampaknya kebenaran dalam artian ini dapat kita temukan dalam Pancasila sila keempat.
Menurut Notonagoro, sila keempat terdiri atas dua cita-cita kefilsafatan, yaitu:
Kerakyatan yang mengandung cita-cita bahwa negara adalah alat bagi keperluan seluruh rakyat serta pula cita-cita demokrasi sosial-ekonomi;
Musyawarah atau demokrasi politik yang dijelmakan dalam asas politik negara, ialah Negara Berkedaulatan Rakyat.
Kebenaran merupakan persoalan apakah sesuatu itu bermanfaat atau tidak. Sesuatu akan bermanfaat apabila dirumuskan secara bersama-sama dengan keterlibatan bersama dari subjek. Dalam hal ini setiap manusia adalah subjek dan objek dari apa yang dianggap benar. Namun tidak seperti pragmatisme yang berbicara kebenaran pada tataran antar individu, Pancasila berbicara pada tataran massa (rakyat). Dengan kata lain, kebenaran adalah kemanfaatan untuk semua pihak.
Keadilan
Kebenaran adalah terpenuhinya hakekat keadilan (adil). Inilah makna kebenaran dalam Pancasila yang bersumber dari sila kelima. Hakekat daripada adil menurut pengertian ilmiah, yaitu terpenuhinya segala sesuatu yang telah merupakan suatu hak dalam hidup bersama sebagai sifat hubungan antara satu dengan yang lain, mengakibatkan bahwa memenuhi tiap-tiap hak di dalam hubungan antara satu dengan yang lain adalah wajib. Sehingga, kebenaran dalam konteks Pancasila merupakan kebenaran yang memiliki keterkaitan dengan moralitas.
Pemahaman Pancasila secara filosofis, akan mengingatkan kita semua bahwa Pancasila bukanlah sekedar suatu konsensus politik, melainkan juga sebagai suatu konsensus filosofis/moral yang mengandung suatu komitmen transendental yang menjanjikan persatuan dan kesatuan sikap, serta pandangan kita dalam menyambut masa depan gemilang yang kita cita-citakan bersama. Sebagai filsafat atau pandangan hidup, Pancasila bermakna jauh lebih luas dan lebih dalam daripada sekedar pragmatisme. Namun, yang perlu kita sadari bahwa kritik pragmatisme sangat penting bagi masa depan Pancasila. Bagi pragmatisme, Pancasila dalam pidato dan upacara tidak berarti apa pun. Pragma berarti tindakan sehingga tuntutan-tuntutan pragmatisme banyak  berada pada taraf perilaku yang harus diterjemahkan dari nilai-nilai sebuah gagasan.
















DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro. 1984. Pancasila Dasar Falsafah Negara, dalam P. Hardono Hadi, 1994, Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila, Yogyakarta: Kanisius.
_________. 1995. Pancasila Secara Ilmiah Populer, Jakarta: Bumi Aksara.
Salam, Burhanudin. 1988, Filsafat Pancasilaisme,Yogyakarta : Kanisius.
Sutrisno, Slamet. 2006. Filsafat dan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Andi Offset.
[1] Notonagoro, 1984, Pancasila Dasar Falsafah Negara, dalam P. Hardono Hadi, 1994, Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 30-31
[2] Ibid,
[3] Notonagoro, 1995, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 72-74
[4] Ibid, hlm. 77
[5] Ibid, hlm. 93
[6] Ibid, hlm. 94 dan 96
[7] Ibid, hlm. 120
[8] Ibid, hlm. 138
[9] Ibid, hlm. 162-163
[10] Burhanuddin Salam, 1988, Filsafat Pancasilaisme,
[11] Slamet Sutrisno, 2006, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Andi Offset, hlm. 151-15

Sabtu, 09 Maret 2019

TUTUP MATA SEAKAN TAK PERDULI

TUTUP MATA SEAKAN TAK PEDULI
(Oleh : iwan gonggong)
Lingkungan merupakan pendukung sistem infrastruktur terutama di dalam lingkungan Kampus. Meskipun aktivitas-aktivitas didalamnya tak seramai dengan fasilitas umum lainnya yang aktif 24 jam. Akan tetapi, permasalahan fasilitas ini berkaitan erat dengan kepuasan publik terutama Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Sebagai salah satu kelembagaan atau kerangka institusional semestinya dapat mendukung berbagai kebutuhan-kebutuhan yang memang menjadi perhatian dikalangan publik (Mahasiswa FKIP ULM), bukan sekedar memfasilitasi lalu balik badan tetapi fasilitasilah tanpa luput dari pengawasan dan pandangan.
Dalam hal ini, pihak-pihak yang bertanggung jawab dapat mengambil peran tanpa sibuk mengurus akademik didalam gedung yang penuh dengan lembaran-lembaran kertas yang bergaris hitam tanpa melihat keadaan yang terjadi diluar gedung yang digunakan untuk mengurus sistem akademik yang ujung-ujungnya dapat mempersulit Mahasiswa dengan tatanan absen buatan, yang pada intinya untuk menyibukkan Mahasiswa dengan sistem berkedok akademik. Oleh karena itu, ketika sistem tersebut tercetus, lalu siapa lagi yang akan mengontrol, mengawasi bahkan menyampaikan aspirasi Mahasiswa kepada mereka yang sedang berada di atas kursi empuk tanpa merasakan segerombolan semut lewat berbaris panjang.
Ketika Mahasiswa, khususnya yang berada di Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat (FKIP ULM) mempertanyakan hak-hak mereka kepada pimpinan fakultas atau mereka yang bertanggung jawab dalam hal ini sebagai pihak pengelola kampus belum tentu diberi keterangan dengan transparansi, mengingat Universitas Lambung Mangkurat merupakan Kampus yang menduduki peringkat 7 (tujuh) dalam hal transparansi.




Berikut beberapa bukti dokumentasi yang di peroleh mengenai fasilitas Mahasiswa :






(Lahan Parkir Mahasiswa yang tak jauh berbeda dengan tempat kubangan hewan ternak)
Lahan parkir merupakan bagian dari 1 (satu) fasilitas yang harus dinikmati oleh Mahasiswanya, bukan hanya mereka yang bergelar maupun mereka yang berkepentingan. Akan tetapi semua elemen yang ada didalamnya terutama di Kampus ungu yaitu Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat (FKIP ULM). Berbeda dengan lahan parkir Pimpinan Fakultas beserta Pegawainya yang memiliki fasilitas yang memadai dan tidak di pungut biaya. Sebagai mana mestinya yang telah di atur didalam PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG BIAYA KULIAH TUNGGAL DAN UANG KULIAH TUNGGAL PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI.
PASAL 6 NOMOR 39 TAHUN 2017 PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI yang berbunyi “PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana untuk kepentingan pelayanan pembelajaran secara langsung “
Dengan demikian, sudah jelas bahwa fasilitas Mahasiswa yang berada di Kampus terutama dalam lingkup Fakultas tidak diperbolehkan adanya pungutan yang bersifat apapun sesuai dengan Peraturan yang ada.
Berikut beberapa hasil wawancara yang diperoleh dari Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat :
Mahasiswa yang akrab di sapa dengan panggilan GAGA SITUMORANG yang berasal dari Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan FKIP ULM Angkatan 2016. Memberikan pandangan bahwasannya fasilitas dalam hal ini Lahan Parkir yang digunakan Mahasiswa FKIP ULM termasuk dirinya, Seharusnya menjadi perhatian oleh Pimpinan Fakultas atau yang Bertanggung Jawab dalam hal Sarana dan Prasarana. Ia mengatakan bahwa jikalau hujan datang Lahan Parkir tersebut berubah menjadi Lautan yang berbentuk Kepulauan begitupun sebaliknya jikalau musim kemarau datang Lahan Parkir tersebut berubah menjadi sumur yang kekeringan air.
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Angkatan 2017 yang dikenal dengan Nama RAJUDIN. Ia pun mengatakan bahwa Lahan Parkir merupakan suatu fasilitas yang menjadikan permasalahan bagi Mahasiswa FKIP ULM sendiri terlebih khusus sebagaimana di Lahan Parkir tersebut kurangnya lorong-lorong untuk menampung air ketika musin penghujan datang.
Mahasiswi dari Program Studi Pendidikan Khusus FKIP ULM Angkatan 2016 yang dikenal dengan Nama AULIA AJIZAH singkat ia katakan bahwa Parkiran FKIP ULM sudah sangat parah, ketika naik motor di musim hujan tak jauh berbeda dengan jalan kuda yang dilalui.
Mahasiswi dari Program Studi Pendidikan IPS dan Pendidkan Ekonomi atas nama MAHMUDAH Dan SITI MUNAWAROH FKIP ULM Angkatan 2016 mengatakan bahwa Parkiran FKIP ULM dibanding dengan Fakultas lainnya memang jauh ketinggalan, sehingga menimbulkan ketidaknyaman Mahasiswa FKIP ULM sendiri  ketika memarkirkan kendaraannya.
Solusi ataupun Harapan yang muncul dikalangan Mahasiswa-Mahasiswi FKIP ULM sendiri ialah “segeralah melakukan perubahan maupun perbaikan khususnya Lahan Parkir agar dapat memberikan kenyamanan sesuai dengan fungsinya“.
   SALAM PERUBAHAN

Jumat, 01 Juni 2018

Tak kasap mata

hari ini, tgl 28 mei 2018 aku bertemu dengannya tanpa menghadirkan perasaan yang sebelumnya kami bangun bersama. sebenarnya semua bisa di jalani dengan apa adanya, namun semua tidak berpihak kepada kata bertahan. hari-hari harus di lewati dengan kepalsuan, aku memalsukan senyum ku atas dasar pertahanan hatiku agar semuanya terlihat baik-baik saja. dan dia tersenyum atas dasar apa yang sudah membahagiakannya, aku kira perasaan ini sangat mudah di hapuskan seperti aku menghapuskan perasaan ku pada kisah-kisah di masalalu ku. rupanya tidak, dia mempunyai cara sendiri untuk aku sllu tetap meningatnya, hari-hari tetap ku lewati dengan kadar senyum secukupnya. karena aku pun tau itu lah konsikoinnya jika aku sedang patah, aku tidak bisa menyalahkan dia yang hadir di hidup ku sesingkat ini, karena aku tau setiap orang berhak memilih kebahagiannya atas dasar apa yang di pilihnya. dan aku, harus benar-benar melangkah untuk melupakannya. untuk hari yang lebih baik aku percya selalu ada air mata untuk mencapainya.

Senin, 18 Desember 2017

MEMAHAMI HUKUM PAJAK



HUKUM PAJAK

Hukum pajak adalah hukum yang bersifat public dalam mengantur hubungan Negara dan orang/badan hukum yang wajib untuk membayar pajak. Selain itu, hukum pajak di artikan sebagai keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mencakup tentang kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui uang/kas Negara.
Hukum pajak di bedakan menjadi dua bagian, yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak material.
Hukum pajak formal adalah hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan.
Hukum pajak materil adalah hukum pajak yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terhadap siapa yang di kenakan pajak dan siapa yang di kecualikan dengan pajak serta berapa harus bayar.
Selain itu, hukum pajak juga merupakan bagian dari hukum publik. Hal ini di sebabkan karena hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah dengan wajib pajak atau warga Negara. Meski demikian, walaupun hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik, namun hukum pajak juga banyak berkaitan dengan hukum privat, yakni hukum perdata. Hal ini di karenakan hukum pajak banyak berkaitan dengan materi-materi perdata seperti kekayaan seseorang atau badan hukum yang di atur dalam hukum perdata namun menjadi objek dalam hukum pajak.
Sejarah pajak di Indonesia.
Sejarah pajak bumi dan bangunan, pajak pertama kalinya di Indonesia di awali dengan pajak bumi dan bangunan atau lebih kita kenal dengan PBB. Pada waktu itu kebih di kenal sebagai pajak pertahanan. Pungutan ini di berlakukan kepada tahan atau lahan yang dimiliki oleh rakyat. Pajak atas tanah ini dimulai sejak VOC masuk dan menduduki hindia belanda.
Pada waktu dulu, inspektur liefrinch dari VOC mengadakan survey atau penelitian di daerah parahyangan. Hasil penelitian tersebut membuat VOC memutuskan untuk memberilakukan pajak pertahanan yang di sebut dengan landrente. Rakyat setuju atas keputusan pemerintah Hindia Belanda  ini. Rakyat harus membayar uang sebesar 80% dari harga besaran tanah atau hasil lahan yang di milikinya. Daendels, seorang jendral yang terkenal akan kekejamannya menyatakan bahwa tanah  di Hindia Belanda adalah milik dari belanda.
 Pada masa kenpendudukan inggris yang di pimpin oleh raffles kebijakan landrente berubah. Raffles mengenakan tarif sebesar 2,5%  untuk golongan pribumi dan tarif 5% untuk tanah yang di miliki oleh bangsa lain. Selain itu, rafles juga mengeluarkan surat tanah sebagai suatu sertifikat  tanah internasional bagi penduduk yang dikeal dengan nama girik dalam bahasa jawa.
Sejarah pajak penghasilan, sejarah pengenaan pajak penghasilan di Indonesia di mulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan tercatat beberapa jenis pajak yang di perlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty”. Sebalikanya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 di kenal adanya poll tax yang pengunaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rmah dan tanah.
Pada tahun 1908 terdapat ordanisasi pajak pendapatan yang di pelakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tampa memperhatikan  kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasala dari barang tak gerak , penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pesiun dan pembayaran berkala. Tarfinya bersifat porporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar criteria tertentu.
Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata
Hukum pajak banyak sekali hubungannya dengan hukum perdata hah ini dapat di mengerti karena hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutan pajak atas dasar peristiwa (kematian, kelahiran), keadaan (kekayaan), perbuatan (jual beli, sewa-menyewa) yang di atur dalam hukum perdata. Hal ini di jadikan tesbestand yang di tuangankan dalam undang-undang pajak, dan bila di penuhi syarat-syaratnya akan menyebabkan seseorang atau badan dikenakan pajak.
Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana
Ancaman hukum pidana tidak saja terdapat dalam KUHP, tetapi banyak juga tercantum dalam undang-undang diluar KUHP. Hal ini di sebabkan antara lain, karena.
Adanya perubahan social secara cepat , sehingga perubahan-perubahan itu perlu do sertai dan diikuti peraturan-peraturan hukum dengan sanksi pidana.
Kehidupan modern semakin kompleks, sehingga di samping adanya peraturan pidana berupa unifikasi yang bertahan lama (KUHP) di perlukan pula peraturan-peraturan pidana yang bersifat temporer.
Pada banyak peraturan hukum yang berupa ndang-undang di lapangan hukum administrasi Negara, perlu dikaitkan dengan sanksi-sanksi pidana untuk mengawasi peraturan-peraturan itu agar ditaati.
Sanksi-sanksi pidana terdapat dalam undang-undang di luar KUHP antara lain dalam undang-undang tindak pidana ekonomi, undang-undang tindak pidana subversip, tindak pidana korupsi, undang-undang pajak,  dan lain-lain. Antara KUHP dengaan delik-delik atau tindak pidna yang tersebar di luar KUHP ada pertalian yang terletak di dalam aturan-aturan umum buku I KUHP. Berlakunya ketentuan umum dalam KUHP  tercantum dalam pasal 103 KUHP yang berbunyi : ketentuan dalam Babi I  sampai dengan Bab VIII Buku I juga berlaku bagi tindak pidana yang oleh ketentuan perundang-undangan lain di ancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang yang bersangkutan di atur lain. Ketentuan pidana di dalam undang-undang perpajakan antara lain di atur dalam Bab VIII pasal 38 sampai dengan pasal 43 undang-undang KUP, Bab XIII pasal 24 sampai dengan pasal 27 undang-undang pajak bumi dan bangunan, serta Bab V  pasal 13 dan pasal 14 undang-undang bea Materai.
Beberapa dasar asas pemungutan pajak.
Asas sumber. Asas yang menganut cara pemungutan pajak yang tergantung pada adanya sumber penghasilan di suatu Negara. Jika di suatu Negara terdapat sumber penghasilan, maka Negara tersebut berhak memungut pajak tampa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal
Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan di kenakan pajak itu di peroleh atau di terima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber –sumber yang berada di Negara itu.
Dalam asas ini, tidak menajdi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut, sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari Negara itu. Contohnya, tenaga kerja asing yang berkerja di Indonesia, maka dari penghasilan yang di dapat di Indonesia akan di kenakan pajak oleh pemeritintah Indonesia.
Asas domisili, asas domisili atau di sebut juga asas kependudukan, berdasarkan asas ini Negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang di terima atau di peroleh orang pribadi atau badan , apabila untuk kepentingan perpajakan , orang pribadi tersebut merupakan penduduk atau berdomisili di Negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkendudukan di Negara itu. Dalam kaitan ini, tidak di persoalkan dari mana penghasilan yang akan di kenakan pajak itu berasal.
Asal Nasional, kebangsaan atau asas nasionalitas atau di sebut juga asas kewarganegaraan. Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan di kenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasinalitas ini di lakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas word wide income.
Asas yuridis yang mengemukakan supaya pemungutan pajak di dasarkan pada undang-undang, asas ekonomis yang menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalangi produksi dan perekonomian rakyat dan asas keuangan yang menekankan supaya pengeluaran-pengeluaran untuk memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang di pungut.
Saat ini banyak permasalahan dalam dunia perpajakan, padahal pajak merupakan suatu kewajiban masyarakat sebaga warga Negara. Tetapi masih banyak masyarkat yang tidak membayar pajak. Bahkan banyak perusahan-perusahan yang menggelapakan pajak, hal ini dapat menyebabkan kerugikan Negara. Banyak contoh kasus pajak seperti kasus penggelapan pajak asian agri group. Kasus dugaan penggelapan pajak asian agri group yang di perkirakan mencapai Rp 1,3 triliun sudah cukup bukti. Tapi, hingga kini penyidik pajak dan jaksa penuntut umum belum menemukan konstruksi hukum yang tepat.
Sejarah hukum pajak di Indonesia,
Sebagian besar peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku saat ini merupakan warisan atau peninggalan rezim pemerintahan belanda. Hingga sekarang, undang-undang perpajakan hanya mengalami beberapa perubahan untuk di sesuaikan dengan kemajuan pereknomian yang terjadi di Indonesia. Hanya mengalami beberapa perubahan karena pada waktu itu sangat sulit sekali dan merupakan masa-masa transisi. Pada tanggal 1 januari 1951, semua undang-undang di bidang perpajakan termasuk ordonasi temtamg pajak yang di keluarkan sebelum era proklamasi, dinyatakan berlaku NKRI.
Kemudian pada tanggal 5 agustus 1952, presiden legendaries Bpk ir. Soekarno mentepakan undang-undang no 4 tahun 1952 tentang penetapan berlakunya undang-undang dan undang-undang darurat serta ordonansi di bidang perpajakan.segala macam bentuk peraturan pajak di atur dalam undang-undang tersebut seperti undang-undang pajak pembangunan , pajak upah, pajak rumah, pajak perseroan dll. Dalam perkembangan sejarah pajak di Indonesia, seiring dengan tuntunan masyarakat dan perkembangan, atas undang-undang tersebut mengalami berbagai perubahan , misalnya dengan penghapusan peraturan, penggantian nama, perubahan status pajak Negara menjadi pajak daerah dan lain-lain.
Setelah anda mengetahui tentang pajak dan sejarah hukum pajak di Indonesia, sebaikanya kita sebagai WNI yang baik sudah sepatutnya mendukung penuh dan taat dalam membayar pajak demi kemakmuran rakyat serta ikut mensukseskan program peningkatan pembangunan nasional.




Daftar pustaka:
ceritaperpajakanindonesia.blogspot.co.id/2012/05/permasalahanpajak-di-indonesia-pajak.html?m=1
sutedi, Adrian. 2013: Hukum pajak, Jakarta: sinar grafika
kringpajak.com/sejarah-hukum-pajak-di-indonesia/

SEBUAH BUKU YANG MENDIDIK (JANGA LUPA DIBELI)



Judul : Animal Farm
Penulis : George Orwell
Penerjemah : Bakdi soemanto
Jumlah halaman : iv+144 hlm
Penerbit : Bentang
Cetakan : I
Tahun terbit : Oktober 2016
Edisi : II
ISBN : 978-602-291-070-1
Sebagian besar manusia selalu ingin kebebasan, kesana kemari tanpa ada aturan atau pun batasan, maupun perintah. Melakukan hal apapun yang yang ia suka, begitu juga hal dengan binatang yang ada di peternakan manor yang juga ingin kebebasan, mereka tidak ingin di atur, diperintah, dan dijadikan budak oleh manusia. Mereka merasa di renggut hak nya oleh manusia, seperti susunya, telurnya, bulunya dan tenaganya yang selalu di ambil dan dijual untuk kepentingan manusia.
Merasa dirugikan dan selalu menjadi budak manusia, akhirnya pemberontakan terhadap manusia pun terjadi juga. Mereka ingin memiliki atas kekuasaan yang selama ini di renggut oleh manusia, pemberontakan yang terdiri dari babi, burung, kuda, ayam, angsa, dan hewan lainya pun berhasil, mereka dapat menggulingkan si tua jones pemilik peternakan dan anak buahnya hingga mereka berlari ketakutan. Dan pada saat itu juga pertenakan menjadi milik para binatang.
Kepemimpinan si tua jones kini telah di gantikan oleh dua babi cerdas bernama snowball dan napoleon. Berprinsip binatangisme begitulah kata para bintang, sudah saatnya binatang berkuasa atas dirinya sendiri. Dengan kata lain sudah saatnya bintang bekerja untuk dirinya sendiri.
Namun lambat laun kehidupan demokrasi para binatang ini semakin pudar. Perbedaan dua kepala ini mehancurkan demokrasi mereka. Menyingkirkan atau disingkirkan, itulah pilihan bagi kedua babi tersebut. Siapa yang cepat mengambil suatu keputusan, dialah yang akan mendapatkan. Kehidupan peternakan yang sama rata kita berbalik menjadi tirani.
Adapun prinsip-prinsip binatangisme di novel ini lebih mengarah kepada prinsip-prinsip komunisme. Dimana sosial atau perubahan sosial akan berhasil apabila suatu kaum, dalam hal ini para binatang, melakukan perjuangan lewat partai yang di buat oleh sang pemimpin napoleon. Lewat partai ini napoleon dengan mudahnya menggiring pendapat par binatang dengan sesuka hati. Yang mana awal aturan yang di tunjukan swowball untuk mempersatukan para binantang untuk suatu perlawan terhadap manusia.
Seiringnya waktu aturan itu dirubah napoleon untuk mengakali para binatang, denga kata lain begitu mudahnya prinsip politik berubah menjadi propaganda yang sangat halus untuk membodohi atau mengakali para binatang.
Membaca animal farm membuat saya menarik kesimpulan bahwa novel ini sangat menarik. Karena isu isu yang di angkatnya selalu ada ditengah kehidupan kita. Yang mana sehebat apapun pemimpin yang otoriter, akan dapat di gulingkan oleh suatu gerakan massa yang memiliki satu tujuan yang sama di bawah  naungan demokrasi. Setelah itu sudah menjadi hukum alam bahwa akan ada pempimpin baru yang akan menggantikannya untuk sesuatu yang baru dan semangat baru, meskipun itu hanya awal. Karena suatu kekuasaan sangat menggoda, tegantung bagaimana kita menghadapinya. Karena  kekuasaan bisa membuat kita mabuk dan bisa membuat kita menjadi bijaksana.

2014 AWAL (ERFAN NAFARIN)



Program studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan adalah salah satu program studi yang ada di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas lambung mangkurat yang menjadi salah satu program studi yang menurut saya sangat penting bagi pendidikan di Indonesia karena program studi ini merupakan satu-satunya program studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yang ada di provinsi kalimantan selatan. Alasan mengapa memilih jurusan ini adalah selain karena menurut saya guru PPKn sangat dibutuhkan sekarang ini berkaitan tentang bagaimana membangun generasi muda yang tidak melupakan nilai-nilai luhur sebagai bangsa Indonesia tetapi juga pendidikan pancasila dan kewarganegaraan sebagai tombak panutan bagi pendidikan karakter untuk generasi muda. Selain itu secara pengalaman ketika dibangku SMA saya mendapatkan gelar master PKn karena nilai-nilainya selalu diatas rata-rata yang membuat saya percaya memang saya memiliki kompetensi untuk menjadi guru PPKn selain karena keilmuannya tetapi juga untuk membangun generasi muda yang berkarakter Indonesia.
            Mengapa saya perlu mendapatkan beasiswa? Saya adalah anak yang sangat memikirkan bagaimana keberlangsungan pendidikan. Saya seorang anak yatim piatu yang sudah lama ditinggal orang tua, sehingga tidak ada yang memperhatikan pendidikan saya. Tapi tanpa disadari diri ini memaksa untuk terus keep up bahwa kamu bisa seperti orang lain jika kamu mau untuk itu. Saya membuktikan dengan selalu mendapatkan prestasi dari segala bidang dari olahraga, seni, akademik, olimpiade dan lain-lain. Prestasi itu terus mengalami peningkatan sampai dibangku kuliah yang pada dasarnya adalah bahwa saya ingin membuktikan pada orang lain saya bisa. Untuk mencapai kesuksesan dalam dunia pendidikan juga memerlukan bantuan orang lain untuk mewujudkannya salah satunya adalah dengan mendapatkan beasiswa. Melalui beasiswa karya salemba empat ini saya sangat berharap bisa menjadi bagian dari karya salemba empat untuk bisa berkotribusi untuk kemajuan Indonesia.
Ada beberapa rencana yang akan saya lakukan setelah lulus dari S1 Prodi PPKn Universitas Lambung Mangkurat antara lain adalah (1) melanjutkan S2 PPKn melalui beasiswa LPDP saya berharap bisa diterima untuk bisa melanjutkan S2 karena saya punya impian menjadi guru bagi para guru-guru disekolah, (2) jika tidak diterima dengan beberapa kali usaha saya akan mencoba mendaftarkan diri di program kemendikbud SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) saya ingin jadi guru di pedalaman kalimantan tepatnya diperbatasan Indonesia-Malaysia. Karena bagi saya itu tantangan luar bisa untuk menjadi guru didaerah perbatasan dan saya ingin menjadi lilin kecil bagi Indonesia di ujung perbatasan, menjadi lilin-lilin yang menerangi Indonesia dari kejauhan. Karena saya yakin Indonesia tidak butuh sebuah obor yang terang di ibu kota, tetapi sebuah lilin-lilin yang terus menyala di setiap daerah. Namun jika saya tidak berhasil untuk itu saya akan pergi sendiri merantau keperbatasan untuk menjadi guru karena saya yakin dengan niat hati yang ikhlas berbuat baik untuk sesama insyaallah tuhan akan kasih jalan yang baik untuk menuju itu.

ENJ (Ekspedisi Nusantara Jaya)



”PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK ANAK BANGSA DI DAERAH TERDEPAN, TERPENCIL DAN PERBATASAN INDONESIA MELALUI  PROGRAM EKSPEDISI NUSANTARA JAYA 2017”

Pendidikan dengan tegas telah tercantum di dalam pasal 31 yang bunyinya ”Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, namun tampaknya hal ini tidak berjalan dengan baik di Indonesia. Masih kita temui anak-anak yang berkeliaran di jalan-jalan besar dengan membawa alat musik yang ala kadarnya, atau dengan dagangan yang  menggantung ditubuhnya, atau sekedar menyodorkan tangannya meminta sedikit rasa belas kasih dari orang-orang yang melintas. Hal itu mereka lakukan bersamaan dengan waktu sekolah bahkan di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar dan terdalam) masih kurangnya pendidikan untuk anak bangsa dengan karakter Indonesia yang sesungguhnya.
Semua mengenai pentingnya pendidikan telah tercantum di catatan kenegaraan, di tambah lagi program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah. Tapi jika semua itu di tetapkan oleh negara, namun dalam merealisasikannya tidak ada gerakan aktif yang bisa mengajak masyarakat untuk menciptakan perasaan ”senang belajar” tampaknya percuma saja. Mereka (anak-anak didaerah terpencil, terdepan dan perbatasan Indonesia dsb) yang semestinya mendapat perhatian khusus untuk bisa mengenyam pendidikan di bangku sekolah justru tampaknya agak terlupakan. Melaui pendidikan karakter maka akan terbentuk manusia Indonesia yang seutuhnya yang memahami akan nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme yang kuat, dan jiwa patriotisme dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di zaman globalisasi sekarang ini. Selain itu dalam membangun pendidikan Indonesia melalui pendidikan karakter telah menjadi tugas mahasiswa untuk menjalankan Tri Dharma Mahasiswa 3P yaitu: Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian. Sudah seharusnya setiap mahasiswa menjiwai arti dari 3P. Sebagai mahasiswa tidaklah cukup hanya dengan menempuh kegiatan perkuliahan.   Mahasiswa juga merupakan agent of change, yaitu agen perubahan, yang maksudnya: Mahasiswa dituntut untuk memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa Indonesia salah satunya melalui program Ekspedisi Nusantara Jaya 2017.    
 
Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Ada 18 Nilai dalam Pendidikan Karakter antara lain:


  1. Religius
  2. Jujur
  3. Toleransi
  4. Disiplin
  5. Kerja Keras
  6. Kreatif
  7. Mandiri
  8. Demokratis
  9. Rasa ingin tahu
10.  Semangat Kebangsaan atau Nasionalisme
11.  Cinta Tanah Air
12.  Menghargai Prestasi
13.  Komunikatif
14.  Cinta Damai
15.  Gemar Membaca
16.  Peduli Lingkungan
17.  Peduli Sosial
18.  Tanggung Jawab

Melaui Kegiatan Ekspedisi Nusantara Jaya 2017 sangat diharapkan 18 Nilai Pendidikan Karakter dapat terciptanya anak-anak Indonesia yang memiliki jiwa karakter Indonesia yang seutuhnya melalui proses pembelajaran dikelas, kegiatan ekstrakurikuler maupun saat dirumah dan dimasyarakat hal ini sangat penting untuk bisa membentuk anak-anak Indonesia apalagi di zaman globalisasi sekarang ini mulai tergerusnya budaya Indonesia seperti budaya sopan santun, tata krama yang tergerus oleh zaman globalisasi.

Artikel Kebenaran Dalam konteks Pancasila

Artikel ‘Kebenaran Dalam Konteks Pancasila Diajukan Untuk Memenuhi Tugas mata kuliah filsafat pancasila              DOSEN PEMBIMBING ...